Minggu, 22 April 2018

OPINI 1 (Pendidikan Dalam Rumah)

Masih dalam pembahasan yang sama dari pembahasan yang sebelumnya terlalu kaku nan baku, dipembahasan kali ini saya lebih akan mengarah ke opini pribadi tentang pendidikan anak itu sendiri.
                baik disadari atau tidak bukankah menjadi orang tua tidak ada sekolahnya.
                Dan saya sendiri adalah sesosok perempuan yang belum menikah, yang masih menerawang bagaimana kelak jika saya harus menjadi seorang ibu, sebut saja madrasah awwal untuk anak-anak saya kelak.
                bericara pendidikan mungkin bukan hal baru lagi untuk akademisi seperti para pembaca yang budimana ini, tetapi pendidikan tidak bisa disepelekan dalam pola-pola kehidupan, masih banyak para calon ibu/bapak yang masih belum melek tentang pendidikan terhadap anak, diperlakukannya anak sama halnya ketika mereka ada dimasa si anak dulu. yang artinya mereka para calon ibu/bpk masih mengadopsi pola asuh dari orang tuanya dulu. 

                zaman kian maju pola pendidikanpun semakin melaju. Klo kata Rasulullah SAW: "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian". Artinya, ilmu itu bersifat dinamis dan tidak tetap, keberadaannya menyesuaikan dengan kondisi sekarang dan kehidupan masa depan.

                menarik garis historis, saya tidak ingin buah hati tumbuh menjadi seperti sosok saya, setiap orang tua ingin anaknya menjadi sosok yang lebih baik dari dirinya tetapi banyak kesalahan dititik pola asuhnya, untungnya nasihat Dorothy Law Nolte, Ph.D. masih begitu kuat dalam memory otak;
“Jika anak dibesarkan dengan kritikan,
mereka akan belajar mengecam…
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
mereka akan belajar berkelahi….
Jika anak dibesarkan dengan rasa takut,
mereka akan belajar menjadi penakut…
Jika anak dibesarkan dengan belas kasihan,
mereka akan belajar untuk menyesali diri…
Jika anak dibesarkan dengan ejekan,
mereka akan belajar menjadi anak yang pemalu…
Jika anak dibesarkan dengan keirihatian,
mereka akan belajar untuk selalu cemburu…
Jika anak dibesarkan dengan rasa malu,
mereka akan belajar untuk merasa bersalah…
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
mereka akan belajar untuk percaya diri…
Jika anak dibesarkan dengan sikap toleransi,
mereka akan belajar bersabar”.
           


lewat karya masterpiecenya, Anna Karenina, Leo Tolstoy sastrawan besar rusia berpesan:”semua keluarga bahagia, bahagia dengan alasan yang sama. Tetapi keluarga yang tidak bahagia dengan masalahnya masing-masing”.

Buah Fikir Ihya Ulumumuddin Dalam Pendidikan Rumah

a.      Pengertian Pendidikan Anak
Pendidikan anak adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh orang tua untuk mencerdakan kehidupan anak baik aspek kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual.
Pendidikan yang  dilakukan orang tua terhadap anak bisa di lakukan dalam dua bentuk pendidikan yang saling berkaitan, yakni pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan melalui prasarana terlembaga seperti; sekolah, pondok pesantren modern, akademi, dan universitas.Adapun pendidikan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur formal.

a.      Posisi Anak dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an, sebagaimana diuraikan oleh Aang Ridwan, anak diposisikan Allah dalam tiga posisi, yakni : zinatun (perhiasan), Qurrota a’yun (penyejuk mata dan hati), dan fitnatun (cobaan).
Pertama, anak diposisikan sebagai Zinatun, yakni perhiasan. Seorang anak bagi orangtunya merupakan perhiasan indah dunia yang tiada bandingnya. Kehadiran seorang anak dalam keluarga melebihi kehadiran siapapun yang terhebat di dunia. Dalam posisi ini ada kebanggaan yang hadir dalam hati setiap orang tua sekaligus banyak rasa takut dan kekhawatiran.
Seperti seseorang yang punya perhiasan, siapapun pasti senang memakainya tetapi juga ada ketakutan dan kekhawatiran. Takut hilang, takut dicuri orang, dan sebagainya. Pundemikian dengan anak, setiap orang tua senang memilikinya tetapi banyak ketakutan. Takut tidak soleh, takut durhaka, takut maksiat dan yang lainnya. Pada posisi ini anak kadang tidak member ketengan batin.
Posisi anak sebagai zinatun ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi [18], ayat 46.
Artinya :
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi sholeh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
Kedua, anak diposisikan dalam Al-Qur’an sebagai sebagai Qurrotaa’yun, yakni penyejuk mata dan hati. Pada posisi ini, keberadaan anak tidak sekedar indah dimiliki seperti punya perhiasan namun kadang tidak membawa ketenangan. Tetapi dalam posisi Qurrota a’yun, sang anak membawa ketenangan batin bagi orang tuanya. Posisi Qurrrota a’yun ini adalah posisi ideal dari keberadaan seorang anak bagi orang tuanya.
Posisi anak sebagai qurrota a’yun ini dinformasikan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat  Al-Anfal [8], ayat :28),
Artinya :
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertaqwa”
Ketiga, anak diposisikan Allah dalam Al-Qur’an sebagai  fitnatun, yakni cobaan  bagi kedua orang tuanya. Dalam posisi ini, anak selain menjadi beban juga menjadi sumber penderitaan. Ia bukan memberi kedaiamaian tetapi menjadi sumber keresahan.
Posisi anak sebagai fitnatun ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon [25], ayat  : 74.
Artinya:
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”

Berdasarkan uraian di atas pendidikan terhadap anak sangat penting dilakukan agar anak tidak menjadi sumber penderitaaan dan fitnah tetapi menjadi penyejuk mata dan hati pada saat memandangnya.

b.      Tahapan Pendidikan Anak dalam Islam
Menurut Jujun Junaedi dan Aang Ridwan, pendidikan anak dalam Islam memiliki tiga tahapan utama, yakni tahapan qoblal wiladah, indal wiladah dan ba’dal wiladah. Tiga tahapan ini merupakan tangga-tangga yang harus dilalui dengan niai-nilai Islami dan qur’ani.
Pertama, tahap qoblal wiladah, yakni tahap pendidikan anak sebelum masa melahirkan atau tahap pendidikan anak pada masa kehamilan. Ini merupakan tahap pendidikan pertama dan utama. Sejak masa kehamilan seorang anak harus didik dengan perilaku Islami seperti: Istiqomah menjalankan Ibadah, baik ibadah ritual ataupun dan sosial, mudawamah tilawah Qur’an, dan banyak berdo’a kepada Allah, seperti yang dilakukan Nabi zakaria, yang dijjelaskan Allah dalam Al-Qur’an  surat  Ali Imron [3], ayat 38:
Artinya:
”Disanalah Zakariya berdo’a kepada Tuhanya seraya berkata: “Ya Tuhanku berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Do’a”.
Kedua, ‘indal wiladah, yakni tahap pendidikan anak pada masa melahirkan. Ini merupakan tahapan terpenting kedua. Pada tahap ini proses pendidikan diawali dengan melakukan penyambutan atas kelahirannya, menunggui masa kelahirannya, mengadzani telinga kanan dan mengiqomahi telinga kirinya, menyiapkan dan memberi nama yang baik, melakukan akikah (penyembelihan  kambing, dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempaun), mencukur rambutnya pada saat akikah dan bershodaqoh kepada orang-orang miskin pada saat mencukur rambutnya, dan menghitannya kalau sudah sampa waktunya.
Ketiga, tahap pendidikan ba’dal wiladah, yakni tahap pendidikan setelah masa melahirkan.  Menurut Imam Ali bin Abi Thalib, sebagaimana dikutip oleh Jujun Junaedi dan Aang Ridwan, terdiri dari tiga tahapan, yakni
a.       La-Ibuhum, yakni tahap bermain, tahapan ini dimulai dari nol tahun sampai tujuh tahun. Diantara bermain yang dianjurkan Rasulullah, adalah  sibahah (berenang), rimayah (memanah), dan  naik kuda.
b.      Addibuhum, yakni tahap penanaman disiplin, etika dan tata karma. Tahapan ini dilakukan dari mulai tujuh  tahun sampai sampai empat belas tahun. Pada usia ini seorang anak harus diberitahu antara yang benar dan yang salah, yang halal dan yang haram.
c.       Roofiquhum, yakni tahap kemitraan. Tahapan ini dilakukan dari mulai empat belas tahun ke atas. Setelah empat belas tahun seorang anak harus diposisikan sebagai mitra atau sahabat  bagi orang tuanya.
c.       Metode Pendidikan Anak
Menurut Dr. Abdullah Nasih Ulwan, ada beberapa metode yang bisa diterapkan dalam melakukan pendidikan terhadap anak, yakni;
1.      Metode pendidikan dengan keteladanan, yakni pendiidkan dengan contoh dan perilaku baik orang tua. Metode ini sangat berpengaruh dalam membentuk aspek, moral spiritual dan etos social anak.
2.      Metode pendidikan dengan adat kebiasaan yang baik, yakni membiasakan anak melakukan perbuatan-perbuatan baik.
3.      Metode pendidikan dengan memberikan nasehat yang baik.
4.      Metode pendidikan dengan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan perkembangan anak.
5.      Metode pendidikan dengan memberikan hukuman atau sangsi yang mendidik apabila anak melakukan pelanggaran.


a.      Maksimalisasi Peran Ibu sebagai Madrasah
Keberhasilan pendidikan anak dalam Islam ternyata sangat ditentukan oleh peran seorang ibu. Ia memiliki peran yang sangat signifikan, sekaligus penentu baik dan tidaknya atau soleh dan tidaknya seorang anak. Peran utama seorang ibu adalah sebagai madrasah atau sekolah bagi anaknya. Diantara peran madrasah seorang ibu bagi anaknya adalah sebagai berikut:
1.       Madrosatul aqidah (ibu adalah sekolah tauhid bagi anaknya)
2.       Madrosatul ‘adabiyah (ibu adalah sekolah budi pekerti bagi anaknya)
3.       Madrosatul nafsiyah (ibu adalah sekolah ruhani bagi anaknya)
4.       Madrosatul fikriyah (ibu adalah sekolah intlektual bagi anaknya)
5.       Madrosatul qouliyah (ibu adalah sekolah bahasa bagi anaknya)
6.       Madrosatul Ijtimaiyyah (ibu adalah sekolah social bagi anaknya)

b.      Maksimalisasi Peran Ayah sebagai Uswah
Selain ditentukan oleh peran seorang ibu sebagai madrasah (sekolah) bagi anaknya, pendidikan anak dalam Islam juga ditentukan keberhasilannya oleh maksimalisasi peran seorang ayah. Peran ayah dalam pendidikan anak adalah sebagai suri tauladan. Seorang ayah harus menjadi tauladan anaknya dalam hal berikut ini:
1.      Tauladan dalam pelaksanaan ibadah ritual
2.      Tauladan dalam kedisiplinan
3.      Tauladan dalam menghargai waktu
4.      Tauladan dalam menjalin hubungan baik dengan sesama
5.      Tauladan dalam berperilaku
6.      Tauladan dalam berpenampilan
7.      Tauladan dalam pendidikan
Selain itu seorang ayah dalam rangka memaksimalkan perannya sebagai uswah memili kewajiban kepada anaknya sebagai berikut :
1.       Memberikan nafkah yang halal
2.       Memberikan keteladanan/contoh yang baik
3.       Menanamkan nilai-nilai akhlaq yang aplikatif
4.       Menanamkan nilai-nilai Tauhid yang kondusif
5.       Menciptakan lingkungan yang kondusif
6.       Memberikan keahlian/skill untuk menghadapi tantangan hidup/tuntutan zaman
7.       Mendoakan

c.       Maksimalisasi Peran Sekolah (lembaga pendidikan)
Aspek lain yang menjadi penunjang keberhasilan pendidikan bagi seorang anak adalah lembaga pendidikan tempat sang anak belajar. Hal ini merupakan penunjang yang bersifat primer. Pendidikan anak akan sangat baik jika di sekolahkan di lembaga pendidikan yang epektif. Berikut beberapa karakteristik sekolah efektif yang menunjang keberhasilan pendidikan anak :
1.      Proses belajar mengajarnya efektif
2.      Kepemimpinan sekolah yang kuat
3.      Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
4.      Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
5.      Memiliki budaya mutu
6.      Memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis
7.      Memiliki kemandirian

d.      Maksimalisasi Peran Lingkungan
Factor lain yang menjadi penujang keberhasilan pendidikan bagi anak adalah lingkungan. Baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial. Lingkungan keluarga yang baik akan menjadi penujang efektivitas pendidkan anak. Pun demikian dengan lingkungan sosial. Ia akan menjadi motivasi baik bagi perkembangan kecerdasan intelektual dan social anak.





OPINI 1 (Pendidikan Dalam Rumah)

Masih dalam pembahasan yang sama dari pembahasan yang sebelumnya terlalu kaku nan baku, dipembahasan kali ini saya lebih akan mengarah ke o...